ISLAM CHANNEL -- “Be you dust or
be you star. To be what you must, just reach out for what you are. And though
you travel many roads, there's but one way and that's the one you chose.”
Lirik
lagu itu mewakili perjalanan seorang berkebangsaan Inggris, Jeff Perkins (53
tahun) dalam menemukan Islam. Sementara pelantun lagu tersebut, Yusuf Islam -- dikenal dengan
nama Cat Stevens -- adalah sesosok
idola yang menuntun Jeff mengenal Islam.
Dua
tahun lalu, Jeff mantap mengucap syahadat bersama istrinya, Debbie (51). Mereka
kini menjalani hidup di sebuah desa kecil di wilayah selatan Prancis, dengan
tatapan sinis masyarakat setempat yang membenci Islam. Tak mau kalah oleh
keadaan, Jeff terus memperdalam Islamnya. Ia ingin menjadi Muslim yang lebih
baik dan mendakwahkan Islam sebagai agama damai.
Saat
telah mengenal Islam, Jeff merasa ia telah berhenti mencari. "Aku merasa
Islam benar, seolah memang agama itulah yang kucari selama ini. Semua pertanyaan
di otakku terjawab.
Sebelum mendalami Islam, Jeff mempelajari beberapa agama, termasuk agamanya sendiri, Kristen. Merasa bahwa dirinya adalah seorang penganut Kristen yang tidak taat, ia mencoba mendatangi gereja untuk mengikuti kuliah agama. Namun kuliah-kuliah itu dirasanya sia-sia, karena ia tetap tak dapat berbicara tentang agamanya itu dengan kepastian.
Sebelum mendalami Islam, Jeff mempelajari beberapa agama, termasuk agamanya sendiri, Kristen. Merasa bahwa dirinya adalah seorang penganut Kristen yang tidak taat, ia mencoba mendatangi gereja untuk mengikuti kuliah agama. Namun kuliah-kuliah itu dirasanya sia-sia, karena ia tetap tak dapat berbicara tentang agamanya itu dengan kepastian.
"Aku
gagal menerima Trinitas dan bahkan berusaha keras meyakini keaslian Bibel. Aku
merasa ada beberapa jilid darinya yang tertinggal atau diubah,” katanya.
Tak
berhasil menemukan jawaban dari ajaran Kristen, Jeff mulai membaca banyak buku
tentang agama lain. Ajaran Hindu dinilainya menarik, namun Jeff merasa terlalu
rumit untuk bisa mengikuti ajarannya. Dari Hindu, ia membaca tentang Meher
Baba, tokoh spiritual India yang pada 1954 mendeklarasikan diri sebagai
inkarnasi dewa. Selesai membedah ajaran Hindu, Jeff beralih pada buku-buku
Buddha.
Hingga
titik itu, Jeff belum memikirkan Islam. Satu hal tentang Islam yang ia ketahui
adalah bahwa beberapa teman kerjanya di masa lalu memeluk agama itu.
"Keberadaan mereka berlalu begitu saja tanpa pernah membuatku bertanya
lebih jauh tentang Islam. Lagipula pada masa itu aku tak sekalipun tertarik
mengetahuinya," ujarnya.
Suatu
hari, menjelang kepindahannya dari London ke Hesdin, Prancis, seorang teman di
tempat kerja memberinya sebuah CD album “Tea for the Tillerman” (Cat Stevens).
Jeff sejak lama menyukai lagu-lagu Stevens. Jeff tahu penyanyi idolanya itu
telah menjadi seorang Muslim dan mengganti namanya menjadi Yusuf Islam.
Sejak
sering mendengarkan lagu-lagu Stevens, Jeff banyak menggali informasi tentang
penyanyi itu melalui internet. Ia juga membaca tulisan Stevens tentang
kehidupan dan perjalanannya menemukan Islam. Di sana, Jeff menemukan banyak
tautan yang membawanya pada halaman-halaman Islam.
“Apa
yang dikatakan Stevens dalam tulisan-tulisannya begitu masuk akal.
Penjelajahannya dalam berbagai agama terdengar lazim dan benar-benar
menginspirasi. Aku ingin berterima kasih padanya saat ini. Stevens membawa
Islam ke hadapanku."
Satu
hari, saat bepergian ke kota mode Paris, Jeff dan istrinya tertarik melihat
Masjid Raya Paris dari dekat. Mereka hanya melihat dari luar, dan di sana
Debbie membelikan Jeff sebuah Alquran. Satu kesempatan lain, mereka berdua
pergi ke Kairo. Di sana, mereka mendengar azan untuk pertama kalinya.
"Aku
masih ingat, saat itu aku sedang berbaring di samping kolam sambil minum bir.
Suara azan terdengar seperti musik yang memenuhi penjuru kota," kata Jeff.
Suara itu menghentikan aktivitas Jeff. Ia terdiam di sepanjang alunan azan. "Ia terdengar misterius, indah, dan entah bagaimana ia terasa begitu akrab. Ia seperti musik dan sangat terhubung denganku."
Suara itu menghentikan aktivitas Jeff. Ia terdiam di sepanjang alunan azan. "Ia terdengar misterius, indah, dan entah bagaimana ia terasa begitu akrab. Ia seperti musik dan sangat terhubung denganku."
Sejauh
itu, Jeff sama sekali tidak menyadari bahwa mereka mulai meniti sebuah jalan
menuju Islam. Kehidupan Jeff dan istrinya tak berubah begitu saja sepulang dari
Mesir. Jeff kembali ke kehidupannya yang kacau, juga kegemarannya meminum
alkohol.
Tiga
tahun yang lalu, Jeff dan istrinya kembali bepergian. Kali ini ke Casablanca,
Maroko. Di sana, Jeff tertarik mendatangi ke sebuah wilayah Islam. Saat itu
bertepatan dengan Ramadhan, sehingga setiap malam Jeff dan Debbie menyaksikan
ribuan Muslim berbondong-bondong mendatangi Masjid Hassan II, masjid terbesar
di Maroko.
Awalnya,
mereka memilih berjalan-jalan di sekitar masjid sambil mengamati kegiatan
Muslim dari luar masjid. Kemudian Jeff memutuskan untuk melihat isi masjid
dengan ditemani pemandu.
Keluar
dari sana, Jeff dan istrinya tidak saling membicarakan masjid tersebut. Saat
berkesempatan membicarakannya, barulah keduanya sadar bahwa masjid tersebut
meninggalkan kesan mendalam dalam hati masing-masing. "Saat berada di
dalamnya, kami berdua sama-sama merasakan perasaan damai, seperti baru pulang
dari perjalanan jauh," ujar Jeff.
Setelah
itu, Jeff dan istrinya membaca lebih banyak tentang Islam. Debbie ingin lebih
memahami posisi perempuan dalam Islam, sementara Jeff ingin mengetahui posisi
Yesus dalam agama itu.
"Aku
juga membaca bahwa Muslim tidak minum alkohol, dan itu membuatku khawatir bahwa
aku akan sangat kesulitan meninggalkan kebiasaan itu jika memilih Islam,"
paparnya.
Jeff
memutuskan menghubungi Yusuf Bonner, seorang mualaf Inggris yang bekerja di
Islamic Education and Research Academy atau IERA -- sebuah organisasi dakwah
internasional di London. Yusuf datang mengunjungi Jeff beserta istrinya. Ia
mengajak mereka berdua shalat di sebuah masjid Prancis.
Saat
itu, kata Jeff, ia tidak memiliki petunjuk apapun tentang apa yang harus dan
tidak boleh dilakukan. Ia bahkan berpikir bahwa ia dan istrinya tidak akan
diizinkan memasuki tempat ibadah itu. Di luar dugaan Jeff, ia dan Debbie
diterima dengan sangat baik.
"Waktu
itu, hati kami sudah sangat dekat dengan Islam," kata Jeff.
Di
saat yang sama, ia dilanda kehawatiran karena tidak mengenal satupun Muslim.
Ditambah, Islam digambarkan oleh media secara negatif dan dicitrakan sebagai
agama yang pantas dicurigai. Namun saat mulai bertemu beberapa Muslim, Jeff
menemukan sesuatu yang sangat berlawanan. "Muslim tidak seperti itu."
Terkait
citra negatif Islam, Jeff menyoroti peristiwa 11 September di AS.
"Peristiwa itu diotaki oleh para teroris yang sangat terorganisir, bukan
oleh Muslim yang kau temui di masjid," tegas pria kelahiran Maret 1958 itu.
Jeff akhirnya memilih Islam. Baginya, Islam menjawab pencariannya dengan sebuah struktur yang jelas, juga petunjuk dan kedisiplinan. Dengan Alquran, shalat, Ramadhan, dan banyak hal lain dalam Islam, ia merasakan kemudahan untuk pertama kalinya.
Jeff akhirnya memilih Islam. Baginya, Islam menjawab pencariannya dengan sebuah struktur yang jelas, juga petunjuk dan kedisiplinan. Dengan Alquran, shalat, Ramadhan, dan banyak hal lain dalam Islam, ia merasakan kemudahan untuk pertama kalinya.
Akhir
Oktober 2009, Jeff dan istrinya memutuskan untuk menjadi Muslim seutuhnya.
Mereka duduk berdampingan dan mengucapkan syahadat bersama. Setelah itu, mereka
shalat bersama untuk dengan panduan sebuah buku yang dibeli Jeff di London.
“Aku masih ingat betapa saat itu aku masih bingung mengikuti panduan itu.”
Beberapa
hari kemudian, 3 November 2009, Yusuf Bonner kembali datang dari London untuk
menyaksikan dan mendokumentasikan pengucapan syahadat Jeff dan istrinya. Jeff
dan Debbie bersyahadat untuk kedua kalinya dengan disaksikan Yusuf dan
rekannya, Jamaal. “Sebelumnya, kami merasa telah menjadi Muslim dan juga telah
menjalankan shalat lima waktu. Namun mengucap syahadat dengan disaksikan Muslim
lain adalah satu langkah penting yang memantapkan keislaman kami.”
***
Jeff tinggal bersama istrinya di sebuah rumah
tua, sebuah desa kecil yang tenang di Prancis bagian Selatan. Wilayah itu
dipilih Jeff enam tahun lalu karena memudahkan ia dan istrinya menjangkau
tempat kerja. Setelah pensiun pada 2008, Jeff bekerja di Jollity Farm, sebuah
perkebunan di wilayah selatan California.
Hanya
saja, Jeff merasa ketenangan itu tak lengkap karena sikap masyarakat sekitarnya
yang kurang menerima Islam. Kondisi itu, kata Jeff, membuat mereka merasa
terisolir. Beberapa teman dari Inggris yang dulu sering mengajak mereka ke
gereja, misalnya, tak mau menemuinya lagi sejak ia dan Debbie menjadi
Muslim.
"Itu
menyakitkan, dan kami merasa sendirian. Tapi kemudian kami membuang perasaan
itu, karena kami hanyalah dua dari jutaan Muslim di seluruh dunia. Kami tahu
kami tidak sendiri," paparnya.
Untuk
alasan itu, Jeff menganjurkan istrinya mengenakan hijab hanya saat ia berada di
luar wilayah tempat tinggal mereka. "Aku sangat berhati-hati dengan
perasaan dan pandangan sejumlah orang Prancis pada Muslim. Di sini, Muslim
adalah penduduk kelas dua," ujar Debbie menimpali cerita Jeff.
Di
luar Prancis pun, kata Jeff, ia dan Debbie selalu betindak hati-hati. Bahkan,
saat berada di negara kelahiran mereka, Inggris, Debbie pernah mendapat ucapan
yang tidak menyenangkan saat keluar mengenakan hijab. Sejak itu mereka memilih
menghindari konflik yang bisa timbul dari stigma negatif masyarakat terhadap
atribut keislaman.
“Kami
berupaya menunjukkan identitas keislaman kami dari sikap dan perbuatan, dari
cara kami memperlakukan sesama. Itu akan menjelaskan banyak hal pada mereka
tentang Islam,” ujar Jeff.
Permasalahan
Jeff tak berhenti di situ. Dari rumahnya, masjid terdekat hanya bisa dijangkau
dengan dua jam perjalanan menggunakan mobil. Sehingga ia memiliki sedikit
kesempatan bersosialisasi dengan Muslim lainnya. Persoalan itu menjadi lebih
rumit karena Jeff dan istrinya tak mengerti bahasa Prancis. Akibatnya, Jeff
mengaku tidak mengerti 99 persen isi khutbah yang didengarkannya setiap Jumat.
Jeff
pun berpikir keislaman mereka tidak akan berkembang dengan mendiamkan keadaan
itu. Ia mulai membangun semacam komunitas Islam online, salah satunya dengan
memanfaatkan jejaring sosial Facebook. Melaluinya Jeff bertemu ribuan Muslim
dari berbagai belahan dunia, dan berbagi banyak hal di sana. “Dari situ aku
sadar, bukan hanya aku yang mengalami hari-hari tidak menyenangkan. Kami
belajar bersyukur.”
Ia
yakin, dirinya masih memiliki banyak hal menyenangkan. Salah satunya adalah
sikap keluarganya yang menerima dan mendukung pilihannya. Termasuk kedua anak
laki-laki hasil pernikahan terdahulunya. “Mereka banyak bertanya tentang Islam,
sangat menyayangi Debbie dan menjaganya seperti ibu mereka sendiri. Aku
berharap mereka akan memperoleh hidayah suatu saat,” ujar mantan petugas
kepolisian London ini.
Jeff menambahkan, di atas semua itu, kesyukuran terbesarnya selain menjadi Muslim adalah keislaman istrinya. “Semua akan jauh lebih sulit jika Debbie belum memeluk Islam. Kebersamaan kami menjadikan kami lebih kuat,” katanya menutup perbincangan.
0 comments:
Posting Komentar