ISLAM CHANNEL -- Seorang pencuri memanjat tembok sebuah rumah di malam
yang sunyi dan gulita. Bukan sembarang rumah, ia memanjat rumah seorang ulama
ternama di kotanya. Bukan pula sembarang ulama, si pemilik rumah merupakan
tabi’in, murid para sahabat Rasulullah.
Saat
masuk di dalam rumah sang ulama, si pencuri mulai mencari barang-barang
berharga. Namun ia telah melihat seisi rumah, tak ada yang dapat ia ambil
sebagai barang berharga. Si pencuri benar-benar kecewa.
Tak
mendapat hasil curian, si pencuri justru kepergok si pemilik rumah. Rupanya si
ulama tengah beribadah dan tahu rumahnya kemasukan maling. Namun dengan santai,
sang ulama mendekati si pencuri dan berkata, “Saudaraku, semoga Allah
mengampunimu. Anda memasuki rumah saya dan tak mendapati barang yang layak
diambil. Akan tetapi, saya tak ingin anda meninggalkan rumah saya tanpa membawa
keuntungan,” ujar si ulama, tanpa merasa takut ataupun terkejut rumahnya
dibobol maling.
Justru si pencuri lah yang terkejut. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud si ulama. Malang betul nasibnya, tak mendapat curian, kedapati mencuri oleh ulama pula, bisik hati si pencuri. Ia pun hanya membisu, menanti apa yang direncanakan sang ulama.
Justru si pencuri lah yang terkejut. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud si ulama. Malang betul nasibnya, tak mendapat curian, kedapati mencuri oleh ulama pula, bisik hati si pencuri. Ia pun hanya membisu, menanti apa yang direncanakan sang ulama.
Ulama
tersebut pun pergi ke belakang rumah dan mengambil sebuah wadah penuh air. Ia
pun menyodorkannya kepada si pencuri. Tentu saja si pencuri kebingungan.
“Ambillah air wudhu dan lakukanlah dua rakaat shalat. Karena jika Anda
melakukannya, maka Anda akan meninggalkan rumah saya dengan harta yang jauh
lebih besar daripada harta yang anda cari saat memasuki rumah saya,” kata sang
alim.
Sedari
tadi, si pencuri telah merasakan sebuah kerendahan hati sang ulama. Tanpa pikir
panjang, hatinya merasakan keinginan yang sangat untuk menjalankan nasihat sang
ulama. “Ya, itu adalah sebuah tawaran yang sangat baik,” kata si pencuri.
Ia
pun kemudian berwudhu dan shalat dua rakaat. Setelah melakukannya, ia berkata
kepada sang ulama, “Wahai alim, apakah kau keberatan jika aku tinggal sementara
waktu disini? Aku ingin melakukan dua rakaat shalat lagi,” ujarnya dengan mata
berkaca. Ia merasakan keajaiban dalam hatinya saat melakukan dua rakaat yang
disarankan sang ulama.
Sang
ulama pun menjawab, “Silahkan, tetaplah disini, sebanyak apapun rakaat yang
Anda inginkan untuk dilakukan,” ujarnya.
Si
pencuri pun senang. Bukan hanya tambahan dua rakaat, ia bahkan shalat sepanjang
malam di rumah sang ulama. Ia terus beribadah hingga pagi hari. Saat pagi, si
pencuri pamit. Sang ulama pun berkata padanya, “Pergilah, dan jadilah orang
baik,” tuturnya.
Namun si pencuri berubah pikiran. Ia enggan pergi dari rumah sang ulama. Ia pun berkata, “Apakah kau keberatan jika aku tinggal disini denganmu hari ini, karena aku ingin berpuasa hari ini,” pintanya.
Namun si pencuri berubah pikiran. Ia enggan pergi dari rumah sang ulama. Ia pun berkata, “Apakah kau keberatan jika aku tinggal disini denganmu hari ini, karena aku ingin berpuasa hari ini,” pintanya.
Sang
ulama pun justru senang. “Tinggallah selama yang Anda inginkan,” kata si ulama.
Si pencuri pun kemudian tinggal bersama sang ulama selama beberapa hari. Ia selalu shalat tepat waktu, dan tak pernah luput shalat malam. Ia juga sangat rajin berpuasa. Hingga kemudian, si pencuri memutuskan untuk pergi. Ia berkata kepada sang ulama, “Aku telah memutuskan untuk bertobat dari dosa-dosaku di waktu silam,” ujarnya.
Si pencuri pun kemudian tinggal bersama sang ulama selama beberapa hari. Ia selalu shalat tepat waktu, dan tak pernah luput shalat malam. Ia juga sangat rajin berpuasa. Hingga kemudian, si pencuri memutuskan untuk pergi. Ia berkata kepada sang ulama, “Aku telah memutuskan untuk bertobat dari dosa-dosaku di waktu silam,” ujarnya.
Sang
ulama pun bersyukur dan bahagia, “Sungguh segala sesuatu ada di tangan Allah,”
tuturnya. Sepulang dari rumah ulama, si pencuri membenahi hidupnya. Ia mulai menjalani
hidup sebagai seorang muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah.
Hingga
suatu hari, ia bertemu dengan kawan lamanya yang berprofesi sebagai pencuri.
Teman itu pun bertanya, “Apa kau sudah menemukan harta yang banyak?”
Si
pencuri yang telah mendapat hidayah pun berkata, “Saudaraku, aku tak menemukan
apapun kecuali Malik Ibn Deenar. Aku pergi untuk mencuri di rumahnya, namun
dialah yang justru mencuri hatiku. Aku telah bertaubat kepada Allah dan aku
memohon ampunan kepadaNya,” ujarnya.
Malik
Ibn Deenar merupakan ulama yang memberikan nasihat kepada si pencuri. Beliaulah
yang rumahnya menjadi target si pencuri yang justru mendapatkan hidayah
darinya. Kisah diatas merupakan kisah nyata dari seorang ulama yang shalih,
Malik Ibn Deenar.
Seperti disebut sebelumnya, beliau merupakan tabiin, generasi setelah sahabat Rasulullah. Beliau lahir di era sahabat Rasulullah Ibn Abbas. Beliau mengenal baik para sahabat Rasulullah, diantaranya Anas bin Malik. Beliau juga merupakan rawi hadits dan banyak meriwayatkan hadits. Semoga Allah merahmati mereka semua.
Seperti disebut sebelumnya, beliau merupakan tabiin, generasi setelah sahabat Rasulullah. Beliau lahir di era sahabat Rasulullah Ibn Abbas. Beliau mengenal baik para sahabat Rasulullah, diantaranya Anas bin Malik. Beliau juga merupakan rawi hadits dan banyak meriwayatkan hadits. Semoga Allah merahmati mereka semua.
0 comments:
Posting Komentar