ISLAM CHANNEL -- Gosip
dan Fakta merupakan dua istilah yang bertolak punggung. Istilah pertama
bermakna pergunjingan seputar keburukan orang lain. Gosip juga semakna dengan
kabar burung yang penyampaiannya minim akurasi data. Berbeda dengan itu,
istilah kedua merupakan keadaan atau peristiwa yang nyata. Sesuatu dikatakan
fakta biasanya karena didukung data yang kuat dan benar-benar terjadi di
lapangan.
Kebenaran
fakta bisa diuji secara ilmiah, sementara gosip kerap menyebar ke segala
penjuru arah tanpa bisa dilacak juntrungannya. Fakta mampu mengurai kerumitan
masalah, sementara gosip justru mengeruhkan masalah. Gara-gara gosip, hubungan
harmonis berubah menjadi luapan dendam dan permusuhan. Itulah kenapa Al-Qur’an mengajarkan
orang beriman agar senantiasa selektif menerima berita, memilah antara gosip
dan fakta.
“Wahai
orang-orang beriman, jika orang fasik datang kepada kalian membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti supaya kalian tidak menimpakan musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan mereka, yang menyebabkan kalian
menyesal atas perbuatan kalian itu.” [QS Al-Hujurat: 6].
Allah
hendak membimbing orang beriman agar tidak mudah termakan fitnah dan adu domba.
Langkah pertamanya adalah meneliti keabsahan berita. Setiap yang sampai pada
telinga dan mata orang beriman harus melewati uji data. Yang manis jangan
langsung ditelan, yang pahit jangan seketika dimuntahkan. Sikap bijak itulah
yang harus dipedomani orang beriman agar dapat memungut mutiara fakta di antara
serpihan gosip.
Kendati
demikian, tidak mudah membedakan mana gosip dan mana fakta. Lebih susah lagi
ketika kita berada dalam era keterbukaan media seperti sekarang. Masing-masing
pihak absah membuat berita, yang tidak jarang di dalamnya campuk aduk antara
berita dan fitnah. Dalam situasi demikian, tentu saja orang pusing membedakan
mana gosip dan mana fakta.
Sekadar
ilustrasi sederhana, sebuah media memberitakan Fulanah kini terancam dipecat
dari jabatannya karena terbukti berselingkuh dengan rekan pria sekerjanya.
Membaca berita itu, seketika orang membayangkan betapa rendah martabat wanita
itu. Sudah berumah tangga dan memiliki tiga putra, kok masih saja doyan bermain
api. Di mana gerangan naluri keibuannya.
Tetapi,
media lain justru mengabarkan berita berbeda untuk kasus yang sama. Fulanah
hanya korban kedengkian rekan-rekannya sehingga digosipkan berselingkuh dengan
PIL alias pria idaman lain. Fulanah sesungguhnya wanita jujur. Hanya karena
memutuskan menjadi mualaf, banyak rekan sekantornya yang membencinya, sehingga
harus dirancang beragam cara untuk menghancurkan reputasinya.
Demikianlah.
Beragam berita yang menjadi menu keseharian kita sesungguhnya juga tidak pernah
sepi dari gosip dan fakta. Apalagi setiap media pasti mengantongi visi dan
misinya masing-masing. Boleh jadi seorang tokoh digambarkan sebagai pahlawan
oleh sebuah media, tetapi media lain justru menilainya sebagai pecundang. Juga
bukan mustahil seorang pejabat dianggap berjasa oleh sebuah media, tetapi media
lain malah melihatnya sebagai perampas hak sesama. Demikian seterusnya.
Pastinya,
era keterbukaan ini seakan mengikis semua rahasia. Hampir setiap sisi
kehidupan, terutama orang-orang terkenal, layak menjadi berita. Tidak peduli
apakah itu aib atau bukan, yang penting dapat menarik minat publik. Anehnya,
kita malah tampak antusias menikmati berita sampah itu layaknya santapan wajib
keseharian.
Lihatlah
mereka yang begitu khusyuk memelototi televisi, koran, dan majalah yang memuat
berita seputar kisruh rumah tangga dan permusuhan artis atau tokoh. Disangkanya
itu sebuah tontonan hiburan, alih-alih mengonsumsi berita sampah berbau fitnah.
Lambat laun, tradisi demikian akan meruntuhkan sendi-sendi moralitas kita
sebagai orang beriman.
Untuk
dapat memilah antara gosip dan fakta, terutama sekali harus diteliti dengan
cermat kredibilitas pembawa berita. Sekiranya berita itu disampaikan media,
perhatikan apa kira-kira kepentingan media bersangkutan. Jernihkan nalar dan
hati, kemudian pastikan untuk meneliti sumber berita tidak hanya dari satu
media. Jangan terburu menyimpulkan sebelum melakukan kajian secara teliti dan
mendalam.
Sesulit
bagaimana pun, orang beriman harus mampu memastikan bahwa berita yang diterima
adalah fakta, bukan gosip. Poin utamanya, jangan sampai menimpakan stigma
negatif kepada individu atau kelompok semata berdasarkan kebencian. Nalar dan
hati selayaknya dikerahkan untuk menilai segala macam berita secara adil dan
berimbang. Menarik merenungkan pesan Allah berikut.
“Wahai orang-orang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan
jangan sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan.” [QS Al-Maidah: 8].
Sumber : Republika.co.id
0 comments:
Posting Komentar