ISLAM CHANNEL -- Akbar adalah seorang yang super sibuk dengan urusan kantornya. Saking
sibuknya, ia terkadang lupa memberikan waktu sejenak buat keluarga.
Berkali-kali putri semata wayangnya, Zahra, ingin bermanja dengan ayahnya,
tetapi sering tidak terlaksana.
Padahal,
gadis berusia lima tahun itu sudah sangat kangen dengan ayahnya. Sang ibu pun
harus memberi pengertian kepada Zahra tentang kesibukan ayahnya itu.
Suatu
sore, di tengah kesibukan Akbar mengurusi berkas-berkas kantor, Zahra
mendekatinya, seraya memohon untuk dibacakan cerita bergambar. “Maaf Zahra,
ayah sedang sibuk. Dibacakan sama ibu saja, ya?” ujar Akbar.
Akan
tetapi, Zahra tetap meminta sang ayah untuk membacakannya. Berkali-kali ia
memohon dan mengharap ayahnya mau meluangkan waktu untuknya. “Ayah kan sibuk
dan jarang punya waktu buat Zahra. Jadi, selagi ayah ada di rumah, ayolah, Yah.
Zahra ingin ayah yang membacakannya,” harapnya.
Namun,
Akbar tetap tak acuh dengan keinginan putrinya. Karena sering didesak, Akbar
pun mulai hilang kesabarannya. Ia emosi. Ia mendorong putrinya sambil berkata
dengan nada tinggi. “Zahra, ayah bilang nggak bisa. Ngerti nggak?” bentaknya.
Menyaksikan
ayahnya semakin emosi, Zahra pun segera berlalu menuju pintu. Sesampainya di
pintu, ia memandangi ayahnya dari belakang dengan mata berkaca-kaca. “Zahra
sayang sama ayah,” ujarnya, kemudian menutup pintu ruang kerja ayahnya.
Tanpa menghiraukan, Akbar kembali melanjutkan pekerjaannya.
Tanpa menghiraukan, Akbar kembali melanjutkan pekerjaannya.
Setelah
selang beberapa saat, terdengar suara keras diiringi suara teriakan di depan
rumah. Akbar pun bergegas mencari sumber suara. Ia kaget bukan kepalang. Ia
menyaksikan anaknya, Zahra, tergeletak di tengah jalan dengan darah yang terus
mengalir akibat tertabrak seorang pengendara sepeda motor yang kemudian
melarikan diri.
Akbar
segera membawa Zahra ke rumah sakit dengan mobilnya. Ia masih sempat mendengar
suara Zahra yang meminta supaya dimaafkan karena sikapnya terhadap ayahnya
tadi. Namun, kondisi Zahra yang demikian parah, nyawanya tak tertolong.
Akbar
begitu menyesal. Ia memaki dirinya sendiri. Ia menyesali dirinya yang bodoh
karena telah lalai. Dan akibat kelalaiannya, anaknya pun pergi untuk
selama-lamanya. Ia tak menyangka,
seandainya ia membacakan buku cerita untuk Zahra, mungkin bukan seperti ini
kejadiannya. Ia sangat menyesal, tetapi penyesalannya sudah terlambat.
Beberapa
pelajaran penting dapat dipetik dari cerita singkat tersebut di atas, terutama
bagi pemimpin rumah tangga yang telah memiliki buah hati, hendaknya bisa
meluangkan waktu buat keluarga. Sebanyak apa pun aktivitas kita, tetaplah
meluangkan waktu untuk keluarga.
Karena, keluarga menjadi pelita dan tempat yang damai bagi seseorang
yang telah bekerja keras. Dan, anak adalah permata hati yang menjadi titipan
Allah. Semoga kisah ini memberikan kita keteladanan dalam membangun sebuah
rumah tangga yang terbaik demi mengharap rahmat Allah SWT. Wallahu a'lam.
Sumber : Republika.co.id
0 comments:
Posting Komentar