ISLAM CHANNEL -- Siapa tak kenal istri Nabiyullah Ibrahim, Sarah? Beliau seorang
wanita mulia yang sangat mempesona dengan kecantikan parasnya sekaligus wanita yang
sangat mulia dengan kepribadian budinya. Suatu hari Sarah mendapat ujian
keimanannya kepada Allah dan kesetiaannya pada nabiyullah.
Karena
dakwah Ibrahim tak diterima di negeri Babilonia, maka ia bersama istrinya Sarah
pindah menuju Syam. Namun kemudian Syam dilanda paceklik. Keduanya pun pindah
menuju Mesir. Di sanalah ujian Sarah dimulai.
Suatu
hari, seorang pejabat istana melihat kedatangan Ibrahim dan Sarah. Sontak
pejabat itu menyukai paras cantik Sarah. Ia pun segera menuju istana dan
mengabarkannya pada Fir’aun, “Telah datang di negeri Baginda ini seorang pria
asing. Ia datang bersama dengan wanita yang sangat menarik. Kecantikannya tak
ada yang menandingi. Wanita seperti itu layak menjadi pendamping baginda,”
kabarnya.
Maka
sang raja pun segera memanggil Ibrahim untuk datang ke istana. Raja yang
berkuasa saat itu adalah Fir’aun I yang terkenal sangat dzalim. Sang raja
sangat menginginkan Sarah. Jikalau ia tahu Sarah telah bersuami, maka suaminya
pasti akan dibunuh agar sang raja mendapatkan wanita cantik itu.
Maka
ketika sang raja bertanya kepada Ibrahim, “Siapa wanita itu?” maka Nabi Ibrahim
menjawab, “Dia adalah saudariku,” kata nabi. Maka Nabi Ibrahim pun dilepaskan
sang raja dan meminta Sarah agar tinggal di istana.
Sepulang
dari istana, beliau berkata kepada istrinya, “Wahai Sarah, tak ada yang beriman
di muka bumi ini kecuali aku dan kamu. Raja itu bertanya tentangmu dan aku
mengatakan bahwa kau adalah saudariku. Kalau ia tahu kau adalah istriku maka ia
akan mengalahkanku untuk mendapatkanmu. Dan memang kau adalah saudara
perempuanku dalam Islam,” ujar Ibrahim.
Sarah
pun segera dibawa ke istana. Hati Sarah berkecamuk. Pakaiannya sangat indah
dengan pelayan yang menyediakan kebutuhannya, namun perasaan Sarah sedih bukan
kepalang. Ia enggan berpisah denan suaminya dan takut tersentuh Fir’aun yang
jahat. Maka Allah-lah satu-satunya tempat mengadu dan meminta pertolongan.
Sarah
beribadah, sujud dan mengadu kesedihannya. Ia memohon kepada Allah agar
melindunginya. “Ya Allah, jikalah Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepadaMu
dan RasulMu, mengetahui bahwa aku menjaga kehormatanku untuk suamiku, maka
janganlah kau jadikan raja kafir itu berkuasa atasku,” pinta Sarah tersedu.
Allah
pun mendengar doa Sarah dan mengabulkannya. Acapkali sang raja ingin menyentuh
Sarah, tangannya segera lumpuh. Fir’aun tak mampu bergerak. Maka ia pun berkata
pada Sarah, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu
agar melepaskan penyakit ini,” ujarnya.
Lalu
Sarah pun kembali berdoa dan sang raja segera sembuh. Namun ia mengingkari
janjinya. Ia kembali mendekati Sarah setelah tangannya dapat kembali bergerak.
Namun saat hendak memegang Sarah, Fir’aun kembali lumpuh. Ia pun kembali
berjanji, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu
agar melepaskan penyakit ini,” ujar sang raja.
Namun
saat sembuh, ia kembali mendekati Sarah. Terus demikian peristiwa itu terjadi.
Hingga sang raja pun menyerah. Fir’aun justru akhirnya ketakutan dengan
kemampuan benteng diri Sarah. Ia pun menudingnya sebagai makhluk halus yang
mampu melakukan tipu daya. Kelumpuhannya dimaknainya sebagai buatan syaitan.
Fir’aun
segera memanggil pengawalnya dan berkata, “Kau tidaklah membawa seorang wanita
melainkan membawa setan,” serunya. Maka si pengawal pun diperintah membawa
kembali Sarah ke rumahnya. Sebelum pulang, raja memberikan seorang budak kepada
Sarah sebagai hadiah. Budak itu pun seorang wanita yang cantik, bernama Hajar.
Ia lah yang nantinya menjadi istri kedua Ibrahim sekaligus ibunda nabi Ismail.
Adapun Sarah merupakan ibunda Nabi Ishaq.
Saat
tiba di rumah, Ibrahim pun bertanya kepada Sarah, “Apa yang terjadi?” Lalu
Sarah menjawab, “Allah telah menolak tipu daya raja kafir itu dan ia memberiku
seorang pelayan wanita,” jawab Sarah.
Demikian
kisah Sarah yang mendapat perlindungan Allah. Kisah tersebut dikabarkan oleh
Abu Hurairah. Rujuklah Ibnu Katsir dalam kitabnya Qashshashul Anbiya, atau kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalaniy.
Sumber : Republika,co.id
0 comments:
Posting Komentar