ISLAM CHANNEL -- Bunga itu mekar dan gugur. Bintang
berpendar dan nantinya hancur. Bumi, mentari, bimasakti, bahkan semesta ini
akan tiba hari kala mereka mati. Hidup seorang manusia jika dibandingkan pada
itu semua, tak lebih dari satu kedipan mata (QS ar-Rahman, 55: 26).
Dalam
serba fana ini, manusia lahir, tertawa, menitikkan air mata, berjuang, terluka,
merasa bahagia, menyesak duka, membenci dan mencinta. Kesemuanya itu sungguh
singkat.
Dan
akhirnya, dia jatuh pada tidur panjang dan dalam yang disebut dengan kematian.
Dan kematian bukanlah suatu kesimpulan. Ia hanya sebuah perpindahan. Pintu
memasuki hidup di atas hidup.
Hidup
yang sesaat namun teramat beresiko ini, pasti akan ada akhirnya. Dan kita nanti
akan hidup selama-lamanya; tidak satu abad, tidak pula dua abad; akan tetapi
berabad-abad lamanya dan tidak akan ada ujungnya. Kapan? Nanti saat kita semua
memulainya melalui pintu kematian.
Kematian adalah akhir kehidupan dunia, namun awal bagi kehidupan akhirat. Bagaimana keadaan kita di akhirat, adalah bagaimana keadaan kita saat di dunia.
Kematian adalah akhir kehidupan dunia, namun awal bagi kehidupan akhirat. Bagaimana keadaan kita di akhirat, adalah bagaimana keadaan kita saat di dunia.
Jika
sejarah dunia tertulis dengan tinta kebaikan, maka kebaikan itu akan
terekam dalam lembar yang sangat indah. Namun jika lembaran dunia banyak
memoles keburukan amal, maka akan sangat legam dan hitamlah kehidupan
akhiratnya. Na’udzubillah.
Sahabatku
tercinta, masih membekas duka mendalam di hati imaniyah kita; guru kita yang
shaleh, ad-Da’i ila Allah
wa Rasuulih, al-Mujahid fi
sabilih, telah berpulang ke Haribaan-Nya; al-Habib Munzhir bin Fuad al-Musawa
(40).
Peristiwa
wafatnya beliau yang terlalu pagi
ini dan tentu dengan semua hamba Allah yang mendiami planet bumi-Nya ini yang
telah berpulang lebih awal, seharusnya menjadi nasehat berharga buat kita yang
masih hidup.
Rasul berpesan melalui Amar bin Yasir r.a, “Kafaa bil mauti maw’izhotan, cukuplah kematian menjadi nasehat dan peringatan.”
Jika hari ini kita mendoakan beliau yang telah wafat. Boleh jadi, besok giliran kita yang akan didoakan. Karena kita semua pasti akan seperti beliau.
Bukankah,
semua makhluk yang bernyawa sudah divonis mati oleh Allah. Kullu nafsin dzaa iqatul maut,
[QS. Ali Imran [3] ; 19] demikian Allah
Azza wa Jalla tegaskan.
Berarti
saat ini sebenarnya kita sedang menantikan vonis kematian. Kita sejatinya
sedang mengantri menuju gerbang kematian.
Karena
kita sudah divonis mati oleh Allah, menjadi tidak penting di mana kita mati dan
kapan kita mati; tapi lebih dari segalanya, menjawab dan mempersiapkan diri
dalam kondisi apa kita mati. Teramat besar harapan kita, kelak saat kita
dipanggil untuk segera pulang ke hariabaan-Nya,
Wafatnya kita seperti beliau, wafat dalam keadaan terbaik; membawa iman, dalam keadaan sedang menikmati lezatnya taat di jalan Allah, berserah diri dalam Islam, bersih-suci lahir dan batin, dan dalam keadaan lisan kita berakhir dengan kalimat tauhid; Laa ilaaha illa Allah! Wafat dalam keadaan husnul khootimah.
Wafatnya kita seperti beliau, wafat dalam keadaan terbaik; membawa iman, dalam keadaan sedang menikmati lezatnya taat di jalan Allah, berserah diri dalam Islam, bersih-suci lahir dan batin, dan dalam keadaan lisan kita berakhir dengan kalimat tauhid; Laa ilaaha illa Allah! Wafat dalam keadaan husnul khootimah.
“Ya Allah, perkenankan kepada kami
bertaubat sebelum kami wafat, kami dapat rahmat-Mu di detik-detik kematian
kami, dan kami pun dapat ampunan-Mu setelah kami wafat. Ringankan semua kami
menghadapi goncangan sakaratul maut. Kelak jadikan kubur kami, terkhusus kubur
dari guru kami al-Habib Munzhir bin Fuad al-Musawa, sebagai miniatur surga-Mu,
catat nama beliau sebagai penghuni surga-Mu. Dan kelak Engkau pertemukan kami
di taman indah surga-Mu. Aamiin!”
Sumber : Ustad Arifin Ilham -- Republika.co.id
0 comments:
Posting Komentar